EUFEMISME DAN PRASANGKA SOSIAL DI RUANG PUBLIK

Penulis            : Inayatur Rosyidah, M. Anwar Firdausi dan Bisri Mustofa

Ukuran            : 15 x 23 cm

Penerbit          : UIN Maliki Press

Tebal                  : ix + 218 hlm

Bahasa bukan sekadar alat komunikasi—ia adalah kekuatan yang membentuk realitas sosial, mempengaruhi opini publik, dan bahkan menentukan arah politik. Dalam ruang publik yang dinamis, eufemisme menjadi strategi halus untuk meredam ketegangan, membingkai isu-isu sensitif, atau bahkan mengarahkan opini tanpa disadari. Sebaliknya, disfemisme justru berfungsi memperuncing perbedaan dan menguatkan prasangka sosial. Buku ini menyajikan eksplorasi multidisipliner yang mengupas bagaimana bahasa, khususnya dalam wacana politik, digunakan sebagai alat kekuasaan. Pembahasan diawali dengan relasi erat antara bahasa dan politik, membedah bagaimana pilihan kata mampu menyamarkan makna, menghindari kritik tajam, atau justru menciptakan gesekan sosial. Berbagai bentuk eufemisme—dari metafora, litotes, hedges, hingga apologetic expressions—dikaji secara mendalam untuk memahami bagaimana politisi membingkai pesan mereka di hadapan publik. Lebih dari itu, buku ini juga menggali mekanisme prasangka sosial melalui perspektif psikologi sosial. Bagaimana prasangka terbentuk? Bagaimana bahasa memperkuat identitas kelompok dan membatasi interaksi dengan kelompok lain? Dengan mengaitkan teori identitas sosial, pembaca diajak memahami bagaimana stereotipe, antilokusi, dan bias kognitif bekerja dalam komunikasi politik dan sosial. Sebagai studi kasus, buku ini menganalisis debat politik antara Anies Baswedan dan Prabowo Subianto. Lewat kajian pragmatik dan wacana kritis, pembaca diajak menyelami bagaimana kedua politisi menggunakan eufemisme untuk membentuk citra, menavigasi kritik, dan mengamankan posisi politik mereka. Analisis ini juga menyoroti penggunaan disfemisme dalam retorika politik sebagai alat untuk mengukuhkan perbedaan dan memperkuat loyalitas kelompok. Melalui pendekatan linguistik dan pragmatik yang mendalam, buku ini menunjukkan bagaimana tindak tutur dan konteks memengaruhi makna dan fungsi bahasa dalam komunikasi. Buku ini tidak hanya menjadi panduan bagi akademisi dan praktisi komunikasi, tetapi juga bagi pembaca umum yang ingin memahami interaksi kompleks antara bahasa, politik, dan prasangka sosial dalam masyarakat modern.Dengan pendekatan yang menggabungkan linguistik, pragmatik, dan psikologi sosial, buku ini memberikan pemahaman yang tajam tentang bagaimana bahasa menjadi alat yang menentukan arah perdebatan politik dan interaksi sosial. Tidak hanya relevan bagi akademisi dan pengamat politik, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin memahami bagaimana kekuatan kata membentuk dunia di sekitar kita.

Rp115.000

Kategori:

Penulis            : Inayatur Rosyidah, M. Anwar Firdausi dan Bisri Mustofa

Ukuran            : 15 x 23 cm

Penerbit          : UIN Maliki Press

Tebal                  : ix + 218 hlm

Bahasa bukan sekadar alat komunikasi—ia adalah kekuatan yang membentuk realitas sosial, mempengaruhi opini publik, dan bahkan menentukan arah politik. Dalam ruang publik yang dinamis, eufemisme menjadi strategi halus untuk meredam ketegangan, membingkai isu-isu sensitif, atau bahkan mengarahkan opini tanpa disadari. Sebaliknya, disfemisme justru berfungsi memperuncing perbedaan dan menguatkan prasangka sosial. Buku ini menyajikan eksplorasi multidisipliner yang mengupas bagaimana bahasa, khususnya dalam wacana politik, digunakan sebagai alat kekuasaan. Pembahasan diawali dengan relasi erat antara bahasa dan politik, membedah bagaimana pilihan kata mampu menyamarkan makna, menghindari kritik tajam, atau justru menciptakan gesekan sosial. Berbagai bentuk eufemisme—dari metafora, litotes, hedges, hingga apologetic expressions—dikaji secara mendalam untuk memahami bagaimana politisi membingkai pesan mereka di hadapan publik. Lebih dari itu, buku ini juga menggali mekanisme prasangka sosial melalui perspektif psikologi sosial. Bagaimana prasangka terbentuk? Bagaimana bahasa memperkuat identitas kelompok dan membatasi interaksi dengan kelompok lain? Dengan mengaitkan teori identitas sosial, pembaca diajak memahami bagaimana stereotipe, antilokusi, dan bias kognitif bekerja dalam komunikasi politik dan sosial. Sebagai studi kasus, buku ini menganalisis debat politik antara Anies Baswedan dan Prabowo Subianto. Lewat kajian pragmatik dan wacana kritis, pembaca diajak menyelami bagaimana kedua politisi menggunakan eufemisme untuk membentuk citra, menavigasi kritik, dan mengamankan posisi politik mereka. Analisis ini juga menyoroti penggunaan disfemisme dalam retorika politik sebagai alat untuk mengukuhkan perbedaan dan memperkuat loyalitas kelompok. Melalui pendekatan linguistik dan pragmatik yang mendalam, buku ini menunjukkan bagaimana tindak tutur dan konteks memengaruhi makna dan fungsi bahasa dalam komunikasi. Buku ini tidak hanya menjadi panduan bagi akademisi dan praktisi komunikasi, tetapi juga bagi pembaca umum yang ingin memahami interaksi kompleks antara bahasa, politik, dan prasangka sosial dalam masyarakat modern.Dengan pendekatan yang menggabungkan linguistik, pragmatik, dan psikologi sosial, buku ini memberikan pemahaman yang tajam tentang bagaimana bahasa menjadi alat yang menentukan arah perdebatan politik dan interaksi sosial. Tidak hanya relevan bagi akademisi dan pengamat politik, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin memahami bagaimana kekuatan kata membentuk dunia di sekitar kita.

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “EUFEMISME DAN PRASANGKA SOSIAL DI RUANG PUBLIK”

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *